Kegerlapan dan kegelimangan harta, itulah yang mungkin didambakan oleh setiap manusia. Siapa sih yang tidak mau????? Anda????? jawabanya ada dalam diri anda.
Harta berlimpah, kesenangan tidak kurang itulah yang didambakan oleh setiap insan manusia di dunia. Namun terkadang dengan kegelimangan itu manusia terkadang lupa akan arti hidup yang sebenarnya.
Kita simak di lingkungan sekeliling kita, janganlah dulu di Kota besar, di lingkungan "DISKOTIK" (di sisi kota saeutik) pun sudah tampak kecenderungan atas kondisi yang terkadang orang lupa akan kehidupan sebenarnya namun tidak semua orang seperti itu. Kita tau bahwa hidup yang sebenarnya adalah hidup pada kehidupan ke 2, yaitu hidup setelah mati.
Kecenderungan itu tampak dari kegiatan orang-orang sewaktu adzan sholat, bahkan yang paling terlihat sewaktu adzan magrib. Seakan-akan seruan Illahi hanyalah senandung irama yang disamakan dengan senandung musik tape atau CD yang tiada beban untuk mendengarkannya. Justru tambah asyik bermain karaoke atau main apa yang dijadikan kesenangannya tanpa memperdulikan seruan ilah yang mengajak untuk bertaubat.
Apabila hal ini tidak berubah, mau jadi apa kondisi negara ini?
Maka dari itu mari kita sadarkan diri oleh diri kita sendiri. apabila disadarkan oleh orang lain mungkin akan sulit. Mari kita bertaubat sebelum azal menjemput.
Ingat kehidupan yang sebenarnya adalah nanti pada hidup ke 2. Isilah hidup pertama ini dengan tanaman amal yang bisa kita panen pada kehidupan ke 2. INGAT MATI SEDANG MENUNGGU.!!!!!!!
Jumat, 03 Desember 2010
INGATKAN DIRI KITA
Minggu, 28 November 2010
HIDUP PERTAMA ADALAH PROSES HIDUP KE 2 ADALAH TUJUAN
Kehidupan manusia berawal dari tidak ada, melalui rahim seorang ibu mulailah hidup awal manusia. Awal kehidupan itu bukannlah kemerdekaan yang akan diperoleh tetapi awal dari perjuangan hidup seorang insan untuk menuju kehidupan berikutnya. Dalam perjuangan hidup seorang manusia, akan dihadapkan dalam dua posisi pilihan yaitu pilihan baik dan pilihan jelek. Kedua posisi ini akan menentukan awal kehidupan kedua. Apa itu kehidupan ke dua? yaitu kehidupan yang terjadi setelah semua makhluk mati. Dengan demikian kehidupan kedua ini merupakan tujuan hidup sebenarnya, sedangkan kehidupan yang sekarang kita jalani merupakan proses untuk mencapai pada kehidupan ke dua yang penuh dengan segala pengorbanan.
Dalam perjuangan proses kehidupan manusia selalu diberi ujian. Ujian seorang insan akan dihadapkan pada dua kondisi yaitu ujian dengan berlimpah kebahagiaan, dan ujian dengan serba kekurangan.
Orang yang diberi ujian dengan kebahagiaan akan terbagi pada dua kondisi. Kondisi pertama yaitu yang selalu bersyukur dan selalu ingat pada yang telah memberikan kebahagiaan. Kondisi kedua adalah orang yang diberi ujian dengan kebahagiaan tetapi kurang bersyukur kepada Kholik yang telah memberikan kebahagiaan itu sehingga lupa akan apa-apa yang telah diberikan-Nya. Dari kedua kondisi ini celakalah orang yang diberi kebahagiaan tetapi kurang bersyukur pada-Nya.
Lain halnya dengan kondisi orang yang diberi siksaan dalam hidup, sudah serba kekurangan ditambah lagi tidak ingat pada yang Menghidupkannya. ini orang yang nantinya mengalami kegagalan dalam hidup kedua.
Kehidupan kedua akan dapat diprediksi, jika pada proses perjuangan kehidupan pertama berada pada kodisi yang baik, dengan selalu ingat padaNya, niscaya tujuan kehidupan kedua akan dinikmati. Begitu pula sebaliknya. Maka dari itu dengan tulisan ini mengingatkan pada kondisi apa perjuangan kita dalam hidup sekarang ini??????? Jawablah oleh diri kita sendiri!!!!!!
Kamis, 29 April 2010
APA YANG ANDA PIKIRKAN?
Kehidupan sehari-hari pasti penuh dengan kegiatan rutin. Dengan kerutinan itulah terkadang lupa akan pikiran yang baik dan yang buruk. Agar Anda bisa menjadi orang yang baik, coba renungkan tulisan di bawah ini
1. Apa sih perbuatan baik yang telah Anda berikan pada orang lain?
2. Apa sih perbuatan jelek yang telah Anda terima pada orang lain?
3. Apa sih perbuatan baik yang telah Anda terima dari orang lain?
4. Apa sih perbuatan jelek yang telah Anda berikan pada orang lain?
mari kita kaji,
Apabila dalam otak Anda terdapat pikiran no. 1 dan 2 cenderung Anda orang sombong.
dan Apbila dalam otak Anda terdapat pikiran nomor 3 dan 4 maka bahagialah anda karen akan menuju jadi orang baik.
Pecaya atau tidak terserah Anda.
Rabu, 14 April 2010
PETUNJUK MENJADI PEMIMPIN YANG BAIK
Petunjuk Menjadi Pemimpin yang Baik
Untuk menjadi pemimpin yang baik, di samping harus ter¬penuhi syarat-syarat di atas, juga harus rnemperhatikan pedoman¬ pedoman berikut ini.
a) Menjunjung tinggi prinsip musyawarah
Dalam sejarah Islam, prinsip musyawarah telah digunakan oleh Nabi, para sahabat serta para khalifah yang menggantikannya. Mereka menjunjung tinggi prinsip musyawarah dalam me¬nyelesaikan berbagai permasalahan sosial, politik, pertahanan, dan keamanan. Allah SWT menegaskan:
"Dan urusan-urusan mereka (diselenggarakan) dengan musyawarah di antara mereka'' (Q.S. Asy-Syura: 38)
"Bermusyawarahlah kamu dalam, menyelesaikan urusanmu" (Q.S. Ali Imran:159).
b) Membuat kebijaksanaan dan perintah yang baik dan benar
Seorang pemimpin dalam menyelenggarakan kepemimp¬inannya, sudah semestinya membuat berbagai kebijakan untuk mencapai kemajuan dan perkembangan masyarakatnya, melalui cara-cara yang benar dan tidak mengarahkan masyarakatnya untuk maksiat dan durhaka kepada Allah SWT.
Meskipun semua masyarakat harus taat kepada pemimpin, sebagaimana firman Allah:
Ta'atilah Allah dan taatilah rasuf dan ulil amri di antara kamu (An-Nisaa : 59)
Namun hanya kebijaksanaan yang tidak bertentangan dengan syari'atlah yang wajib ditaati dan diikuti oleh masyarakatnya.
"Dan tidak (boleh) taat dalam (hal-hal yang menjurus kepada) maksiat kepada Allah. Sesungguhnya taat (diwajibkan) atas (hal-¬hal yang) ma'ruf " (H.R. Ahmad).
c) Memiliki pengetahuan yang memadai
Seorang pemimpin semestinya memiliki pengetahuan dan keahlian dalam masalah kepemimpinan. Sebab jika seorang pemimpin tidak mengetahui seluk-beluk kepemimpinan, maka kehancuranlah yang akan didapatnya. Hal ini ditegaskan Rasulullah SAW:
Jika satu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya" (H.R. Al-Bukhari)
d) Ikhlas
Dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinan, seorang pemimpin semestinya berkerja semata-mata untuk mencari ridla Allah SWT dan bersikap ikhlas. Sikap ridla dan ikhlas inilah yang akan membuat segala macam pekerjaannya tidak membebaninya. Adanya pujian, sanjungan atau cercaan dan makian tidak seharusnya memp2ngaruhi semangat kerjanya. Dalam kaitan ini Allah berfirman:
"Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah me¬mutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti, aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-¬hamba Engkau yang ikhlas di antara mereka" (Q.S. AI-Hijr: 39¬40).
e) Bertanggung jawab
Seorang pemimpin semestinya akan menerima risiko apapun yang akan ditanggungnya. (tulah jiwa pemimpin yang bertanggung jawab. Seorang pemimpin yang baik, akan merasa bertanggung jawab apabila bawahannya ternyata bertindak salah.
Prinsip pertanggungjawaban (mas'uliyyah) dalam ajaran Islam sangat ditonjolkan, karena segala amal dan perbuatan kita, sekecil apapun akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SVJT: Sabda Rasulullah SAW:
"Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan diminta pertanggungjawaban kepemimpinannya" (H. R. Bukhari)
f) Tidak berlaku boros dan melampaui batas
Allah berfirman:
"Dan janganlah kamu mematuhi pemimpin yang melampaui batas, yang membuat kerusakan di muka bumi dan tidak mengadakan perbaikan" (Q.S. Asy-Syu'ara: 151-152).
PEMIMPIN YANG BAIK
Menjadi pemimpin yang baik, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para khalifah yang menggantikannya, ajaran Islam telah menetapkan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang akan menjadi pemimpin. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut.
a) Kuat akidahnya
Kekuatan akidah menjadi syarat bagi seorang pemimpin, mengingat kekuatan akidah itulah yang akan sangat menentukan perilaku kepemimpinannya (leadership behaviour). Dasar disyaratkannya kekuatan akidah ini adalah frman Allah SWT:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu angkat jadi pemimpinmu orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu dan orang-orang yang kafir" (Q.S. AI-Maidah: 57)
b) Adil dan jujur
Sebagaimana ditegaskan oleh Allah SWT:
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang¬orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali ke¬bencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu ke jakan. (Q.S. AI¬ Maidah: 8)
Dalam ayat lain diungkap sebagai berikut.
"Sesungguhnya Allah mewajibkan kamu memberikan/ menyampakkan amanat kepada ahlinya, dan bila kalian menghukumi di antara manusia hukumilah dengan cara yang adil" (Q.S. An-Nisa: 58)
c) Mencintai dan mengutamakan kepentingan rakyat dari pada kepentingan golongan
Syarat ini dipandang cukup penting, mengingat jabatan kepemimpinan secara inheren merupakan konsekuensi langsung dari adanya rakyat. Bagaimana mungkin seorang pemimpin mengabaikan kepentingan rakyat, padahal kepemimpinannya itu berasal dari rakyat yang dipimpinnya. Dalam hal ini Rasulullah SAW menegaskan:
"Sebaik-baik pemimpin adalah orang-orang yang kalian cintai dan mereka mencintai kalian. Mereka mendo'akan kalian dan kalian juga mendoakan mereka. Dan seburuk-buruk pimpinan kalian adalah orang yang kalian benci dan mereka pun membenci kalian, mereka kalian kutuk dan mereka pun mengutuk kalian" (H.R. Muslim)
d) Mampu menumbuhkan kerjasama dan solidaritas sesama umat
Keberhasilan dan kemajuan suatu masyarakat ditentukan oleh solidaritas sosial dan jalinan kerjasama di antara anggota masyarakat. Mereka saling membantu dan saling menolong untuk mencapai kebajikan dan bukan saling bantu dan saling menolong untuk membuat kerusakan dan permusuhan. Allah SWT berfirman:
"Dan saling tolong-menolonglah kafian dalam menge jakan kebajikan dan takwa dan janganlah kalian tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan" (Q.S. Al-Maidah: 2)
e) Bersikap terbuka dan sanggup mendengarkan pendapat dan ide orang lain
Sikap terbuka dan sanggup menerima gagasan dan ide orang lain disyaratkan kepada setiap pemimpin, mengingat kemampuan manusia sebagai makhluk sangat terbatas. Itulah sebabnya, untuk mencari dan menemukan kebenaran diperlukan adanya dialog yang intensif. Hanya seorang pemimpin otoriterlah yang tidak mau menerima gagasan, pendapat dan ide orang lain. Allah SWT berfirman:
"Orang-orang yang mendengarkan perkataan orang lain, kemudian mengikuti (pendapat) mana yang lebih baik, mereka itufah yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang¬orang yang mempunyai akal" (Q.S. Az-Zumar: 18).
f)Pemaaf dan memiliki jiwa toleransi yang tinggi
Firman Allah SWT:
`'Dan jika kamu memberikan hukuman, maka hukumlah dengan hukuman yang setimpal. Akan tetapi jika kamu bersabar kepada mereka, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar" (Q.S. An-Nahl: 126).
KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan menurut Shihab (1997)di dalam kitab suci Al-Qur’an terdapat dua kata yang dipergunakan untuk menunjuk makna kepemimpinan. Pertama, menggunakan istilah khalifah, dan kedua memakai istilah imam. Secara semantik istilah khalifah dan imam memiliki makna yang sama. Khalifah diambil dari kata ”belakang” yang kemudian diartikan ”mengikuti” atau ”mendorong”. Sedangkan istilah Imam digunakan untuk keteladanan.
Dinyatakan pula bahwa di dalam Al-Qur’an istilah imam muncul sebanyak tujuh kali dengan makna yang berbeda-beda. Walaupun begitu, keseluruhan maknanya tertuju pada arti ”sesuatu yang dituju”dan atau ”diteladani”. Selain itu, di dalam Al-Qur’an memuat pula istilah aimmah sebagai bentuk jamak dari imam. Sementara itu, Ibnu Khaldun berpendapat bahwa sebutan imam ditarik dari perbandingan (khalifah) dengan pemimpin (imam) shalat, sebab khalifah sentantiasa diikuti orang, mirip seperti pemimpin shalat. Oleh karena itu, khalifah disebut sebagai ”imam besar” (Khan, 1983 : 120).
Dari uraian di atas telah dikemukakan beberapa definisi tentang kepemimpinan, dan tentunya masih banyak definisi kepemimpinan yang bisa ditemukan lagi Ralph M. Stogdill (1974; 7–15) mengklasifikasikan definisi kepemimpinan sebagai berikut :
(1) kepemimpinan sebagai fokus proses-proses kelompok; (2) kepemimpinan sebagai suatu kepribadian; (3) kepemimpinan sebagai seni mempengaruhi orang lain; (4) kepemimpinan sebagai penggunaan pengaruh; (5) kepemimpinan sebagai tindakan atau tingkah laku; (6) kepemimpinan sebagai bentuk persuasi; (7) kepemimpinan sebagai hubungan kekuasaan; (8) kepemimpinan sebagai alat mencapai tujuan; (9) kepemimpinan sebagai akibat interaksi; (10) kepemimpinan sebagai perbedaan peran; (11) kepemimpinan sebagai inisiasi struktur.
Setelah mengkaji pendapat-pendapat tentang kepemimpinan pada umumnya ternyata setiap para ahli berbeda mengenai konsep dasar tentang kepemimpinan. Perbedaan ini pada dasarnya hanya soal visi saja dan tergantung pada sudut pandang berdasarkan disiplin ilmu yang berbeda pula, sebagian menganggap kepemimpinan sebagai keperibadian. Adapula yang mengartikan kepemimpinan sebagai suatu seni untuk mempengaruhi orang yang dipimpinnya. Selain itu kepemimpinan sebagai pemaksaan atau pendesakan secara tidak langsung.
Petunjuk-petunjuk Al-Qur'an dan as-Sunnah tentang ke¬pemimpinan bersifat universal. Universalitas petunjuk-petunjuk tersebut berlaku, baik untuk kepemimpinan yang bersifat formal maupun informal, sebagaimana yang kita kenal dalam konsep kepemimpinan di lingkungan masyarakat Indonesia.
Pada dasarnya, AI-Qur'an dan Hadits tidak membedakan jenis kepemimpinan dalam masyarakat. Karena menurut konsepsi Islam, seorang pemimpin masyarakat, idealnya juga harus menjadi pemimpin agama. Muhammad SAW adalah pemimpin masyarakat sekaligus pemimpin agama dan tokoh spiritual pada masyarakat Madinah dan daerah-daerah lain yang berada dalam kekuasaannya. Demikian pula dengan para khalifah yang menggantikannya. Dengan demikian, istilah pemimpin formal dan informal tidak akan pernah kita temukan dalam kamus fiqh Islam.
Konsep pemimpin formal (formal leader) dan informal (informal leader) baru kita jumpai dalam teori-teori manajemen dan kepemimpinan modern. Pemimpin formal, biasanya diartikan sebagai orang yang secara resmi diangkat-dalam jabatan kepemimpinan, dan teratur dalam organisasi secara hieraki. Sedangkan pemimpin informal -adalah pemimpin yang tidak mempunyai dasar kepangkatan yang resmi dan tidak nyata dalam hierarki organisasi.
Kendati demikian, dalam beberapa hadits ditemukan pembedaan antara umara (yang kita kenal sebagai pemimpin formal) dan ulama (yang sering kita sebut sebagai pemimpin informal). Hadits-hadits tersebut, di antaranya:
“Ada dua kelompok manusia, jika keduanya baik, maka masyarakat semuanya akan baik, dan jika keduanya rusak maka rusak pula seluruh masyarakat. Mereka adalah para ulama dan umara" (H.R. Ibnu Abdillah).
"Kuatnya negara karena empat perkara: ilmunya para ulama; keadilan para umara; kedermawanan orang-orang kaya, dan doanya orang-orang fakir"
Kamis, 18 Maret 2010
RENUNGAN UMAT MUSLIMIN
Ada beberapa pertanyaan yang selalu menggelayuti hati ketika melihat kondisi kaum muslimin. Pertanyaan itu sebagai berikut :
1. Bukankan Allah itu Maha Penyayang dan sangat menyayangi umat beriman?
2. Bukankan Allah itu Maha berkuasa dan mampu menjayakan kaum muslimin?
3. Bukankan Al Qur’an yang kita baca dalam shalat kita adalah sumber kebahagiaan, kejayaan, kemakmuran bagi yang mengamalkannya?
4. Bukankah kaum muslimin itu umat terbaik yang diutus untuk memimpin, bukan dipimpin umat lain, mendidik bukan dididik umat lain?
5. Bukankah umat Islam dijadikan Allah sebagai umat yang satu?
Terus kalau kita ingin memproyeksikan hakekat di atas dengan kondisi kaum muslimin pada masa kini, maka hasilnya akan menuntut kita untuk lebih merenung, dimana kejayaan kaum muslimin ?, dimana harga diri kaum muslimin, bahkan dimana harga darah seorang muslim di mata kaum muslimin sendiri ?, dimana kepemimpinan, kejayaan kaum muslimin diatas kaum yang lainnya ?, dimana solidaritas sesama kaum muslimin ? dalam skala nasional maupun internasional .
Kemudian saya membaca surat Al Hadiid: 16
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ (الحديد:16)
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik" ( QS. Al-Hadiid: 16)
Dan merenungi rintihan Rasulullah kepada Robbnya dengan mengatakan :
)وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُوراً) (الفرقان:30)
"Berkatalah Rasul: wahai Robbku sungguh kaumku telah menjadikan Alquran ini sesuatu yang ditinggalkan”. QS. Al-Furqaan: 30
Ditinggalkan karena mereka tak membacanya, atau tidak mau merenungi maknanya atau tidak mau mengamalkan isinya.
Yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan diatas adalah kita bersama merenungi sambutan Rasulullah dan para sahabat terhadap Al Qur’an dan bagaimana kedudukan Al Qur’an dihati mereka.
Bagaimana Al Qur’an dihati Rasulallah dan para sahabat ?
Pertama : para sahabat memandang kebesaran Al Quran dari kebesaran yang menurunkannya, kesempurnaannya dari kesempurnaan yang menurunkannya, mereka memandang bahwa Al Qur’an turun dari Raja, Pemelihara, Sesembahan yang Maha Perkasa, Maha Mengetaui, Maha Kasih Sayang, sebagaimana ditekankan oleh Allah dalam berbagai permulaan surat :
} تنـزيل الكتاب من الله العزيز الحكيم{ سورة الزمر، الجاثية، الأحقاف، }تنـزيل الكتاب من الله العزيز العليم { سورة المؤمن، } تنـزيل من الرحمن الرحيم{ سورة فصلت } كذلك يوحي إليك وإلى الذين من قبلك الله العزيز الحكيم ،له ما في السموات وما في الأرض وهو العلي العظيم { سورة الشورى
Dari pandangan ini mereka menerima Al Qur’an dengan perasaan bahagia campur perasaan hormat, siap melaksanakan perintah dan perasaan cemas dan harapan, serta perasaan kerinduan yang amat dalam, bagaimana tidak ?, karena orang yang membaca Al Qur’an berarti seakan mendapat kehormatan bermunajat dengan Allah, sekaligus seperti seorang prajurit yang menerima perintah dari atasan dan seorang yang mencari pembimbing mendapat pengarahan dari Dzat yang maha mengetahui. Dan perasaan inilah yang digambarkan oleh Allah dalam Firmannya :
} أولئك الذين أنعم الله عليهم من النبيين من ذرية آدم وممن حملنا مع نوح ومن ذرية إبراهيم وإسرائيل وممن هدينا واجتبينا إذا تتلى عليهم آيات الرحمن خروا سجدا وبكياً{ (سورة مريم الآية : 58 )
"Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis" (QS. Maryam: 58)
} إن الذين أوتوا العلم من قبله إذا يتلى عليهم يخرون للأذقان سجداً ويقولون سبحان ربنا إن كان وعد ربنا لمفعولاً ويخرون للأذقان ويزيدهم خشوعاً { (سورة الإسراء: 107-109)
"Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud dan mereka berkata: "Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi"(108) Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu' " ( QS. Al-Israa: 107-109)
Perasaan diatas menyebabkan Umu Aiman menangis ketika teringat akan wafatnya Rasulullah. Suatu saat Abu Bakar dan Umar berkunjung kepada ibu asuh Rasulallah, Ummu Aiman dan ketika mereka duduk, menagislah Ummu Aiman karena teringat wafatnya Rasulallah, maka berkatalah Abu Bakar dan Umar, “Kenapa anda menangis sementara Rasulullah mendapatkan tempat yang mulia” ? Ummu Aiman menjawab, "Saya menangis bukan karena meninggalnya beliau melainkan karena terputusnya wahyu Allah yang datang kepada beliau pada pagi dan petang hari", maka saat itu pula meledaklah tangisan mereka bertiga .
Dari perasaan diatas para sahabat membaca dan menerima Al Qur’an untuk dilaksanakan secara spontan tanpa menunggu-nunggu dan tanpa protes sedikitpun, walau-pun hal itu bertentangan dengan kebiasaan mereka, tapi mereka bisa menundukkan perasaan mereka dengan kecintaan kepada Allah.
Ketika turun perintah untuk memakai jilbab pada surat Al Ahzab : 59, malam hari Rasulallah menyampaikan ayat itu kepada para sahabat, pagi harinya para istri sahabat sudah memakai jilbab semua, bahkan `Aisyah mengatakan, "Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshor, mereka diperintah untuk memakai hijab pada malam hari sementara pada paginya mereka sudah memakainya, bahkan ada yang merobek kelambu mereka untuk dijadikan jilbab".
Ketika diharamkannya khomer dan ayat itu sampai kepada mereka, saat itu juga langsung mereka membuang simpanan khomernya dan menuang apa yang masih berada pada tangannya.
Salah satu rahasia keajaiban para sahabat dalam berinteraksi dengan Al Qur’an adalah keimanan mereka kepada Allah, surga dan neraka-Nya, juga kepada janji-Nya, sehingga mereka melakukan sesuatu yang apabila dilihat oleh orang yang tak/tidak memahami latar belakang ini akan sulit menafsirkannya.
Seperti ketika mereka membaca tentang janji Allah buat orang-orang yang berjihad karena cinta kepada Allah, seorang sahabat yang bernama Umair bin Hamam sedang makan korma bertanya: wahai Rasulullah, “Dimana saya kalau saya mati dalam perang ini ? Rasululloh menjawab "Di sorga", berkatalah Umair : "Sungguh menunggu waktu masuk surga sampai menghabiskan makan kurma tujuh biji ini adalah sangat lama”, dan akhirnya dibuanglah sisa kurma yang belum dimakan dan langsung memasuki pertempuran sampai menemui syahidnya.
Kondisi keimanan yang tinggi ini menjadi episode kehidupan mereka untuk menjadi bagian dari yang diceritakan oleh Allah dalam Al Qur’an, Hal itu seperti perhatian orang-orang Anshor terhadap orang-orang muhajirin atau perhatian mereka terhadap orang-orang yang lemah, seperti yang Allah ceritakan dalam surat Al Hasyr dimana Rasulullah kedatangan tamu dan beliau tidak memiliki sesuatu untuk menjamunya, akhirnya beliau tawarkan hal itu kepada sahabatnya, siapa yang bersedia membawa tamu beliau, dengan sepontan salah satu sahabat bersedia, tetapi ketika sampai rumah ternyata istrinya bilang bahwa tidak ada persediaan makanan kecuali makan malam anaknya, maka sahabat tadi memerintahkan istrinya agar mengeluarkan makanan tadi untuk tamunya dan mengeluarkan dua piring kemudian segera mematikan lampu ketika tamunya sedang makan, tamunya makan dan tuan rumah menampakkan seakan-akan ikut makan bersama, agar dia bisa makan dengan enak, ketika sampai pagi hari sahabat tadi bertemu dengan rasul dan beliau bilang kalau Allah heran dengan apa dia lakukan, maka turunlah firman Allah ayat kesembilan dari surat al Hasyr.
Kedua : Rasulullah dan para sahabat memandang Al Qur’an sebagai obat bagi segala penyakit hati dan ketika mereka membaca Al Quran yang berbicara tentang segala kelemahan hati, penyakit hati, mereka tidaklah merasa tersinggung bahkan mereka berusaha mengoreksi hati mereka dan membersihkan segala sifat yang dicela oleh Al Qur’an serta berusaha untuk bertaubat dari apa yang dikatakan buruk oleh Al Qur’an .
Maka sudah pantaslah ketika Al Qur’an banyak menceritakan sifat-sifat munafiqin mulai dari malas shalat, sedikit berdzikir, pengecut, mengambil orang kafir sebagai pemimpin dan lain-lainnya, para sahabat segera mengkoreksi hati mereka dan mencari obatnya, walaupun mereka tidak dihinggapi penyakit itu, berkatalah Abdullah ibnu Mulaikah :
أدركت سبعين من أصحاب محمد e كلهم يخافون من النفاق.
“Aku mendapatkan tujuh puluh dari sahabat nabi, mereka semua takut kalau terkena penyakit nifaq”.
Ketika sahabat Handholah merasa adanya fluktuasi keimanan, maka segeralah ia datang kepada Rasulallah dengan mengatakan “Ya Rasulallah nifaqlah Handholah”, berkatalah Rasul Allah : "Kenapa ?" Handlolah menjawab: “Wahai Rasul Allah kalau saya sedang berada disamping engkau dan engkau ingatkan kami dengan sorga dan neraka, jadilah sorga dan neraka seakan-akan jelas dimata kami, tapi jika kami pulang dan bergaul dengan anak istri serta sibuk dengan harta kami, kami banyak lupa, bersabdalah Rasulallah, “Wahai Handholah kalau kalian berada dalam kondisi seperti itu (seakan melihat sorga dan neraka) terus menerus pastilah para malaikat menyalami kalian dijalan-jalan kalian”.
Dari sensitifitas perasaan Handholah dalam berinteraksi dengan Al Qur’an, ia bisa mengalahkan perasaan ingin dekat dengan istrinya pada malam pertama dan ditinggalkannya untuk berjihad sampai syahid, padahal ia belum sempat mandi junub, sehingga Rasulullah bersabda bahwa ia dimandikan oleh para malaikat .
Ketiga : Para sahabat memandang bahwa Al Qur’an adalah nasehat dari Dzat yang amat sayang dengan mereka yang sangat perlu didengar, yang berarti bahwa mereka sangat menyadari kalau mereka bisa salah, tapi akan segera kembali kepada kebenaran manakala ada teguran dari Al Qur’an.
Ma’qil bin Yasar pernah menikahkan adik perempuannya dengan salah seorang sahabat, tapi kemudian di cerainya sampai habis masa iddahnya, kemudian bekas suami tadi melamar lagi dan karena Ma’qil sedang marah beliau tolak lamarannya dan bertekad untuk tidak menikahkan kembali keduanya, padahal adiknya juga masih cinta dengan bekas suaminya serta ingin kembali kepadanya. Dengan kejadian ini Allah menurunkan ayat :
)وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ ذَلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكُمْ أَزْكَى لَكُمْ وَأَطْهَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ) (البقرة:232)
"Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui" QS. Al-Baqarah: 232
Setelah turun ayat ini Ma’qil langsung menikahkan adiknya lagi dengan sahabat mantan suamiya .
Sahabat hidup dengan misi, “Risalah menyelamat-kan seluruh manusia dari perbudakan manusia untuk manusia menuju penghambaan Allah yang Esa dan mengeluarkan mereka dari kedhaliman sistim manusia menuju keadilan Islam dari kesempitan dunia menuju keluasan dunia dan akherat”, dan pastilah kaum yang membawa misi demikian ada pendukung dan musuhnya, maka mereka menjadikan Al Qur’an sebagai pembimbing untuk mengetahui musuh-musuh Allah, dan musuh mereka, siapa wali-wali mereka dan wali-wali Allah dan mereka memperlakukan manusia sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Allah, mereka cinta terhadap ayah, anak, istri, serta kerabat mereka. Tetapi jika yang dicintai itu memusuhi Allah dan Rasul-Nya serta membenci Islam, maka mereka segera merubah sikapnya dengan hanya memihak Allah dan mencabut perasaan cintanya kepada selain Allah, Allah berfirman :
}لا تَجِدُ قَوْماً يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْأِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ) (المجادلة:22)
." Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung" QS. Al-Mujaadilah: 22
Ayat ini turun berkenaan ketika Abu Ubidah bin Jaroh membunuh ayahnya di perang Badar, karena ayahnya bersama pasukan kuffar Quraisy .
Keempat : Para sahabat memandang bahwa seluruh alam semesta dan diri mereka adalah ciptaan Allah dan tidak mungkin membudidayakan alam semesta serta mengatur mereka kecuali Dzat yang menciptakannya, sehingga mereka meyakini bahwa keimannya menuntut untuk menjadikan Al Qur’an sebagai satu kesatuan yang utuh yang tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya, mereka menjadikan Al Quran sebagai way Of live –pedoman hidup- mereka dan sangat sensitif terhadap usaha-usaha yang akan memisahkan satu bagian sistim Islam dengan bagian yang lainnya.
Pantaslah kalau Kholifah Abu Bakar berpidato ketika banyak orang yang murtad dan tidak mau membayar zakat, dengan mengatakan :
أينقص الدين وأنا حي !! والله لو منعوني عقالاً كانوا يؤدونه إلى رسول الله e لقاتلتهم على منعه رواه مسلم .
“Apakah agama ini akan dikurangi padahal saya masih hidup, demi Allah kalau mereka menghalangi tali yang mereka serahkan kepada Rasulallah pastilah aku perangi mereka atas keengganannya”.
Mereka menyadari betul adanya perbedaan antara orang yang belum mampu melaksanakan, dengan orang yang sengaja memilih-milih apa yang mau dilakukan dan apa yang ditolak.
Yang pertama masih dalam ruang lingkup iman seperti Raja Habsyi yang dishalati ghoib oleh Rasulallah, padahal ia belum melaksanakan hukum Islam, karena belum mampu. Adapun yang sengaja pilih-pilih seperti memilih beras, mereka mencap orang tersebut sudah keluar dari Islam atau munafiqin, sebagaimana yang Allah firmankan :
} أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ{ (البقرة: من الآية85)
“Apakah kalian beriman dengan sebagian kitab dan kafir terhadap sebagian yang lain? Tidaklah balasan orang yang melakukan demikian kecuali kehinaan didunia dan dihari qiamat mereka dikembalikan ke adzab yang sangat keras. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” QS. Al-Baqarah: 85
Keuniversalan dan keintegralan Al Qur’an ini digambarkan oleh sahabat Ali bin Abi Tholib dalam ucapannya :
هو كتاب الله فيه نبأ من قبلكم ،وخبر ما بعدكم وحكم ما بينكم هو الفصل ليس بالهزل من تركه من جبار قصمه الله ومن ابتغى الهدى في غيره أضله الله وهو حبل الله المتين وهو الذكر الحكيم وهو الصراط المستقيم وهو الذي لا تزيغ به الأهواء، ولا تلتبس به الألسنة ولا يشبع منه العلماء ولا يخلق عن كثرة الردّ ولا تنقضي عجائبه وهو الذي لم تنته الجن إذا سمعته حتى قالوا } إنا سمعنا قرآناً عجباً، يهدى إلى الرشد فآمنا به { من قال به صدق ومن عمل به أجر ومن حكم به عدل ومن دعا إليه هدي إلى صراط مستقيم .
“Dia adalah Kitabullah yang di dalamnya ada berita orang sebelum kalian, kabar apa yang terjadi setelah kalian, hukum diantara kalian, dia adalah keputusan yang serius bukan main-main, barang siapa meninggalkannya dengan kesombongan pasti dihancurkan oleh Allah , barang siapa mencari petunjuk dari selainnya akan disesatkan oleh Allah, dialah tali Allah yang kokoh, dialah peringatan yang bijaksana, dialah jalan yang lurus, dialah yang dengannya hawa nafsu tidak menyeleweng, dan tidak akan rancu dengannya lisan, dan tidak kenyang-kenyangnya dari (membacanya, mempelajarinya) para ulama, tak akan usang karena diulang-ulang, dan tak habis-habis keajaibannya, dan dialah yang jin tak henti-hentinya dari mendengarnya sehingga dia mengatakan; “Sungguh kami mendengar Al- Qur’an yang penuh keajaiban, menunjukkan ke jalan lurus, maka kami beriman dengannya", barang siapa yang berkata dengannya pasti benar, barang siapa beramal dengannya pasti diberi pahala, barang siapa menghukumi dengannya pastilah adil, barang siapa mengajak kepadanya pasti di tunjuki kejalan yang lurus.
Kelima : Para sahabat memandang bahwa Al Qur`an adalah kasih sayang dari Allah, mereka melihat bahwa seluruh isi Al Quran, baik itu aqidah, hukum, perintah, larangan serta berita–beritanya hanyalah untuk kebaikan manusia, maka mereka menerimanya dengan senang hati, adapun yang menolak hukum Islam pada dasarnya adalah lebih memihak kepada para pemeras orang lemah dari pada memihak orang yang diperas, lebih sayang dengan para pembunuh dari pada yang dibunuh atau lebih memihak para penggarong dan pemerkosa dari pada yang di garong dan diperkosa, lebih memihak musuh Allah dari pada memihak Allah, dan secara implisit menuduh Allah keras dan dholim, orang yang semacam ini perlu intropeksi akan hakekat keimanannya.
Sedangkan para sahabat memahami hal tersebut di atas sebagaimana memahami wajibnya puasa dari firman Allah :
" كتب عليكم الصيام "
"Telah diwajibkan bagi kalian untuk berpuasa" QS. Al-Baqarah
Mereka juga memahami wajibnya jihad, menegakkan qishos, mengamalkan wasiyat dengan firman Allah :
}كتب عليكم القصاص{ }كتب عليكم إذا حضر أحدكم الموت { }كتب عليكم القتال{ سورة البقرة
"Telah diwajibkan bagi kalian hukum qishash" "Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut" "Diwajibkan bagi kalian untuk berperang" QS. Al-Baqarah
Para sahabat menjadikan Al Qur’an sebagai penerang hakekat hidup, dari Al Qur’an mereka mengetahui bahwa dunia ini hanya seperti tanaman di ladang yang hijau kemudian menguning dan hancur, maka mereka sangat zuhud dengan dunia, mereka mengetahui dari Al Qur’an bahwa rizqi, umur sudah ditentukan oleh Allah dan tidak akan berkurang karena perjuangan, maka mereka terus berjuang dan berjihad tanpa takut mati dan tidak pula takut kehilangan harta, mereka mengetahui bahwa mereka diciptakan dalam kondisi bertingkat-tingkat dalam hal ekonomi, kecerdasan dan kekuatan fisik untuk menguji mereka akan tugas yang mereka pikul, maka ketika mereka menjadi para gubernur dan kholifah mereka melihat itu semua sebagai tugas bukan suatu kehormatan, apalagi ketika mereka mendengar Rasulallah bersabda seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori-Muslim :
" ما من عبد يسترعيه الله رعية فلم يحطها بنصيحة إلا لم يجدها رائحة الجنة " (متفق عليه )
“Tidaklah ada seorang hamba yang dijadikan Allah memimpin rakyat kemudian tidak serius dalam memikirkan kemaslahatannya kecuali tidak akan mencium baunya sorga” HR. Muttafaq 'alaih.
" ما من وال يلي رعية من المسلمين فيموت وهو غاش لهم إلا حرم الله عليه الجنة " ( متفق عليه )
“Tidaklah ada seorang wali (pemimpin) rakyat dari kaum muslimin kemudian mati dalam kondisi curang terhadap mereka kecuali Allah haramkan atas dia sorga” HR. Muttafaq 'alaihi.
Para sahabat ketika mendengar hadits ini mereka langsung bersungguh-sungguh dalam memikirkan nasib rakyatnya, sangat berhati hati dalam mengelola harta rakyat sampai Kholifah Umar mengatakan, “Saya menempatkan diri saya dengan baitul mal ini seperti wali yatim dengan harta anak yatim, kalau kaya tidak makan sama sekali darinya dan kalau miskin makan secukupnya”, dan pantaslah Umar dalam musim kelaparan ikut merasakan dan ikut terdengar keroncongan perutnya, beliau mengatakan kepada perutnya :
قرقري أو لا تقرقري فإنك لن تشبعي حتى يشبع المسلمون .
“Silahkan perutku engkau keroncongan atau tidak keroncongan, engkau tak akan kenyang kecuali kalau seluruh kaum muslimin sudah kenyang”.
Dan itu semua dikarenakan para sahabat diberi keimanan sebelum menerima Al Quran sehingga mereka selalu membacanya siang dan malam dan memiliki waktu mingguan dan bulanan dalam menghatamkan bacaan Al-Qur’an, mereka tidak pernah merasa kenyang dari membaca Al Qur’an dan mentadaburinya sebagaimana Allah ceritakan kondisi mereka :
" الذين آتيناهم الكتاب يتلونه حق تلاوته أولئك يؤمنون به "
“Orang-orang yang Kami berikan kitab, mereka membacanya dengan sebenar-benar bacaan mereka itulah orang yang benar–benar beriman dengannya”.
" أمن هو قانت آناء الليل ساجدا وقائما يحذر الآخرة ويرجو رحمة ربه قل هل يستوى الذين لا يعلمون والذين لا يعلمون إنما يتذكر أو لو الألباب . سورة الزمر : الآية :9
(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran" (QS. Az-Zumar: 9).
Mereka tidak hanya mencukupkan diri dengan membaca, akan tetapi tapi mereka mentadabburinya sehingga diantara mereka ada yang mengulang-ulang satu ayat dalam shalatnya sampai fajar.
Terakhir, mereka melihat Al Quran sebagai sesuatu yang mengorbit kepada tauhid yang isinya berkisar :
أ - التوحيد : معرفة الله توحيده وجلاله، عظمته، ورحمته، وقربه من عبادة .
A : Tauhid: Mengetahui Allah bahwa Dia adalah yang Maha Esa, Agung, Mulia, Pemberi Rahmat dan dekat dengan hamba-Nya.
ب - آيات التوحيد و قدرة الله .
B : Bukti-bukti ketauhid-an dan kekuasan Allah .
ج - حقوق التوحيد : الأوامر والنواهي وإخلاص العبادة, جعل الحكم له خالصاً .
C : Hak tauhid yaitu perintah untuk dijalankan, larangan untuk ditinggalkan, ibadah untuk ditunaikan, ikhlas dalam beribadah dan menjadikan hukum ditegakkan hanya untuk Allah, karena Allah telah menegaskan bahwa hukum hanya milik Allah dan kalau menyembah Allah haruslah menjadikan hukumnya sebagai aturan kehidupan dan itu sarat agar agama seseorang menjadi agama yang lurus :
" إن الحكم إلا لله أمر ألا تعبدوا إلا إياه ذلك الدين القيم "
“Hukum itu milik Allah dan tidaklah kalian diperintah kecuali untuk menyembah kepada-Nya, dan itulah agama yang lurus”.
د - جزاء التوحيد : ثواب الموحدين من الرفعة في الدنياً والتمكين والبركة في الحياة، والأمن، والعزة، ودخول الجنة، والنصر على الأعداء، وعقوبة المشركين والكافرين والمنافقين من الهوان في الدنيا والضنق في الحياة والعذاب الدائم في الآخرة .
D : Balasan yang didapat dari bertauhid yang berupa pahala buat ahli tauhid dari ketinggian didunia, stabilitas kedudukan, keberkahan hidup, keamanan, kejayaan, masuk sorga, dan kemenangan terhadap musuh. juga hukuman terhadap orang musyrikin, kafirin dan munafiqin dari kehinaan didunia, kesempitan dalam kehidupan dan adzab yang kekal di akherat.
هـ - مواصفات الموحدين : من التواضع للحق، حسن الخلق، الاستعداد للتضحيات، الوفاء بعهد الله والناس، الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر، ودعوة الناس للخير .
E : Kriteria muwahhidin (ahli tauhid) seperti tawadhu’ terhadap kebenaran, akhlaq yang baik, kesiapan untuk berkorban, setia dengan janji, amar ma’ruf dan nahi mungkar, serta mengajak manusia kepada kebaikan.
و - المفاهيم المعينة على الاستقامة من بيان حقيقة الدنيا وأنها متاع الغرور، ومحدودية عمر الإنسان، وصعوبة سكرات الموت .
F : Pemahaman-pemahaman yang membantu ahli tauhid untuk bisa istiqamah dalam iman seperti keterangan akan hakekat dunia dan bahwasanya dia itu kesenangan yang menipu, dan bahwa umur manusia itu sangat terbatas dan menghadapi sakaratul maut adalah sebuah kesulitan yang akan dihadapi oleh setiap manusia.
Terakhir sebagai penutup, itulah sifat dan interaksi para sahabat terhadap Al Qur’an dan semoga kita bisa mencontoh mereka, mereka telah bersusah payah untuk kebahagiaan kita, rasa lelah sudah hilang, mereka telah bahagia untuk selama-lamanya dan didunia sejak zaman mereka sampai hari qiamat selalu dikenang dan didoakan oleh orang yang datang setelah mereka, alangkah bahagianya mereka.
اللهم إنا نسألك بعزتك التى لا ترام وبملكك الذى لا يضام وبنورك الذى ملاء أركان عرشك أت تملأ قلوبنا بالإيمان وأن تهدى قلوبنا للإسلام وأن تجعلنا ممن يحبك ويحب دينك أكثر من محبته لنفسه، وأن ترينا الحق حقاً وأن ترزقنا اتباعه وأن ترينا الباطل باطلاً وأن ترزقنا اجتنابه إنك سميع الدعاء وصل اللهم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين .
Sumber :"AlQuran di Hati seorang Muslim" disusun oleh Muh.Mu’inudinillah Basri, MA. Murajaah: Zulfi Askar http://www.islamhouse.com/files/id/ih_articles/id_status_of_the_quran_in_the_heart_of_every_muslim.doc.
Sabtu, 13 Maret 2010
RINTANGAN PERTANDA AKAN SUKSES ?
Kehidupan seorang manusia tidak akan terlepas dari rintangan hidup, mulai dari manusia itu lahir sampai akan menghadapi malaikat maut di akhir hayat. Dalam ilmu manajemen, rintangan itu dinamakan resiko. Orang hidup pasti melakukan tindakan, segala yang kita lakukan tidak ada yang tidak beresiko.
Tinggal bagaimana kita menyikapinya. Menurut Mario Teguh GW Ada beberapa panduan menyikapi resiko.
1. Resiko tidak seharusnya membuat kita ciut nyali, namun tidak seharusnya juga menjadikan diri sebagai orang yang tidak takut dosa.
2. Memilih sebuah hubungan adalah menerima resiko, cerminan diri kita dapat dilihat dari perilakunya terhadap kita.
3. Resiko seharusnya dapat membuat kita menjadi orang yang lebih baik.
4. Berfokuslah pada apa yang berani kita lakukan, hasilnya kita serahkan kepada Tuhan.
Selasa, 05 Januari 2010
Tugas Bahasa Inggris
berikut ini tugas bagi mahasiswa yang kurang kehadiran :
Buatlah sebuah essei dengan topik
"measures taken in my school/working place to improve its quality : potentials and challenges
(langkah-langkah / tindakan yang diambil di sekolah saya/tempate bekerja saya untuk meningkatkan kualitas : potensi dan tantanganny)
1. Essei dibuat dalam bahasa Inggris mahasiswa (must be original work)
2. Essei boleh diketik atau ditulis tangan tetapi tidak perlu ada jilid
3. Panjang essei sekitar 300 - 400 kata
4. Essei dikumpulkan pada sesi #4 perkuliahan Academic English) waktu ditentukan oleh PPs.