Rabu, 09 Januari 2008

MEMBANGUN KELUARGA SAKINAH

Membuat sebuah keluarga menjadi keluarga sakinah memang bukan pekerjaan yang mudah . perlu adanya persiapan yang matang, baik fisik maupun mental. Walau semua orang memiliki perasaan kasih sayang, namun tidak semua orang bisa memerankan kasih sayangnya dengan baik. Sehingga tidak sedikit orang tua yang mengeluh karena kenakalan dan kebejadan moral anaknya. Untuk membangun keluarga sakinah tidak cukup mengadalkan kasih sayang, ada beberapa faktor dominan yang perlu dimiliki oleh orang tua supaya bisa memerankan kasih sayangnya dengan baik. Ibarat membuat sebuah kapal terbang, kalau bahannya sudah ada, maka hal pokok yang perlu ada adalah niat atau keinginan untuk membuatnya sekaligus menentukan bentuk/tipe dan daya tempuh yang sesuai dengan jarak perjalanan yang akan dituju.
Keimanan merupakan faktor yang sangat penting dalam membangun keluarga sakinah. Sebab dengan iman inilah, seseorang akan selalu berusaha untuk mendapat keridhoannya, sehingga hidupnya dipenuhi dengan ketenangan dan ketentraman. Hal ini sejalan dengan arti iman itu sendiri. Menurut Hasan Basri, (1997:17) menyatakan bahwa iman berasal dalam bahasa arab daari akar kata amana (aman) yang mengandung arti selain percaya, juga ketenangan dan ketentraman.
Selain dari keimanan faktor pembentuknya adalah taqwa. Menurut ensiklopedi (1997:48) menyebutkan bahwa taqwa artinya menjaga azab dari Allah SWT dengan menjauhi tindakan maksiat dan melaksanakan auran yang telah digariskan Allah melalui Rosul-Nya, atau dengan kata lain melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangan-Nya.
Kata taqwa mengandung perintah kepada manusia agar melakukan tindakan yang baik, dapat menyesuaikan diri dan bergaul dengan orang lain, menghindari permusuhan, memegang amanah, menghargai orang lain, dan hal-hal positif lainnya, Ketaqwaan dalam pengeritan ini akan mengarahkan seseorang pada tingkah lakuk yang baik dan terpuji atau berakhlak mulia sehingga menjadi penangkal pembuatan atau tingkah laku yang buruk, menyimpang atau tercela.
Menurut surat Al Anfal [8]:29 menyeru bahwa “ hai orang-orang yang beriman, jika kaamu bertaqwa kepada Allah, nicaya di akaan memberikan kepadamu furqaan dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahan dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Dan Allah mempunyi karunia yang besar.
Taqwa merupakan buah dari iman yang sesungguhnya. Iman dan taqwa merupakan dwitunggal, satu kesatuan yang utuh. Seorang yan benar-benar beriman seharusnya benar-benar bertaqwa. Taqwa inilah yang akan membedakan derajan manusia di sisi Allah SWT.
Selain keimanan dan ketaqwaan, faktor pembentuk keluarga sakinah adalah ilmu. Faktor ilmu memegang peranan penting. Sebab dengan ilmulah suami istri dapat mengetahui kewajibannya yang berhubungan langsung dengan sang Pencipta, juga tentang kewajibannya yang berkaitan dengan diri, anak-anak dan orang lain. dan akhirnya selagi ilmu itu tetap bersumber dari Al Qur’an dan as sunah, maka kehidupan keluarga akan senantiasa berada dalam bimbingan allah, dan mendapat kesejahteraan lahir dan batin.
Keluasaan ilmu dalam mengarungi rumah tangga merupakan kekayaan yang teramat berharga, karena rumah tangga tanpa disertai ilmu bagaikan bermain film tanpa skenario. Untuk memperoleh kemampuan diri dalam menyelesaikan tugas-tugas rumah tangga diperlukan berbagai ilmu, baik ilmu keakhiratan maupun ilmu yang berkaitan dengan masalah keduniaan. Sehingga dengan demikian rumah tangga akan terhindar dari kehancuran.
Selain ilmu agama, ilmu keduniaan pun memegang peranan penting dalam membentuk kelurga sakinah. Ilmu tentang ekonomi, sosial dan pendidikan merupakan bekal yang harus dimiliki oleh pemimpin keluarga. Hal itu dapat dikembangkan melalui belajar dan senantiasa berlatih sepanjang kehidupan pada masa remaja dan pemuda.
Setelah ilmu dimiliki, kedua suami istri dituntut untuk mampu merealisasikannya dalam bentuk amal atau perbuatan, sebab apapun alasannya sebuah keluarga sakinah tak akan menjelma tanpa adanya pengalaman dari ilmu yang dimiliki. Disamping itu iman pun harus tetap menyertainya sehingga amal yang keluaar berupa amal soleh yang bernilai ibadah. Inilah yang dimaksud pada pembahasan di awal. Bahwa dari iman ditambah ilmu akan tumbuh taqwa. Dan amal soleh merupakan realisasi dari ketaqwaan tersebut. jika amal soleh itu dilakukan berulang kali akan menjadi kebiasaan baik atau disebut pula dengan akhlak karimah yang kembali akan memperkuat iman yang telah ada.

Anda membutuhkan makalah tentang hal di atas? Emailkan saja ke alamat bilaramadani@gmail.com
e-one 7/ jan-08 “ keluarga sakinah “


[+/-] Selengkapnya...

Sabtu, 05 Januari 2008

PENDIDIKAN KELUARGA DALAM ISLAM

Tak seorang pun mengingkari bahwa pendidikan memiliki peranan sangat penting bagi manusia untuk menggapai tujuan hidupnya. Bahkan bagi umat Islam pendidikan bukan hanya sebagai tuntutan mencapai cita-cita hidup, melainkan juga sebagai tuntutan kewajiban yang disyariatkan oleh agama. Secara eksistensial, manusia memiliki tiga kedudukan yaitu sebagai makhluk semestinya manusia mengenal, memahami dan merasakan eksistensi serta kemahakuasaan khlolik. Manusia sebagai hamba dituntut untuk taat dan cerdas sehingga mencerminkan pribadi yang egaliter, saleh dan terdidik, dan manusia sebagai khalifah mendapat kuasa dan limpahan wewenang dari tuhan untuk melaksanakan pendidikan tehadap alam dan manusia serta kemanusiaan itu sendiri.
Pesatnya arus globalisasi dan semakin canggihnya dunia ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan dampak yang sangat besar bagi kemajuan peradaban manusia. Namun sejalan dengan hal itu, persoalan-persoalan baru dalam individu manusia mulai bermunculan. Munculnya kenakalan remaja, tawuran antar pelajar, penyalahgunaan narkotika, penyimpangan seksual, kekerasan serta berbagai bentuk penyimpangan penyakit kejiwaan, seperti stres, depresi dan kecemasan yang merupakan dampak negatif dari kemajuan peradaban tersebut. Hal ini kemudian secara tidak langsung berpengaruh jelek terhadap kemapanan dan tatanan masyarakat damai sebagai mana yang diharapkan peradaban itu sendiri.
Salah satu upaya untuk meminimalisir penyimpangan tersebut di atas adalah sejauhmana para orang tua berkomitmen, konsisten dan beranggung jawab dalam pendidikan anaknya sesuai tuntutan yang telah digariskan baik melalui al Qura’an maupun sunnah Nabi Muhammad Saw.
Tanggung jawab pendidikan keluarga cukup signifikan, sebab keluarga merupakan lingkungan yang pertama kali bersentuhan dengan anak, dari orang tualah seorang anak pertama kali memperoleh pengetahuan, keterampilan, minat, nilai-nilai emosi, sikap dan moral. Karena itu, kualitas orang tua dan lingkungan keluarga sangat dominan dalam pembentukan jiwa anak, juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian seorang anak.
Kepribadian seorang anak bisa saja berwatak keras, menjadi penjahat, pemabuk, pencandu, pencuri, perusak dan lain sebagainya yang bersifat jelek jika selaku orang tua memang tidak pernah menggiringnya untuk menjadi orang baik. Maka disinilah peran yang dimainkan oleh orang tua sebagai penanggung jawab lembaga pendidikan pertama dan utama dalam perjalanan kehidupan seorang anak, jika setiap orang tua mempunyai perhatian yang penuh dalam penanaman nilai-nilai aqidah, akhlah dan semua ajaran Qura’an kepada anak-anak, maka setelah dewasa mereka akan memiliki kepribadian mulia dan tak mudah terkontaminasi oleh budaya asing. Semua kenyataan di atas semuanya bertujuan agar keluarga yang dibangun menjadi keluarga yang benar-benar sakinah.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kenyataan seperti itu memang bisa terjadi namun terkadang bisa sebaliknya. Dalam kenyataannya membuktikan bahwa keluarga yang dibangun secara bersama antara suami dan istri bisa mencapai pada tujuan yang diinginkan yaitu menjadi keluarga sakinah dan tidak mau menjadi keluarga yang sebaliknya.
Kenyataan keluarga yang sakinah maupun sebaliknya dapat dicontohkan pada keluarga para rosul dan nabi Allah zaman dulu. Berikut ini kisah nabi Ibrahim alaihi salam yang menggambarkan contoh keluarga sakinah. Nabi Ibrahim alaihi salam merupakan salah satu contoh keluarga yang sakinah, hal ini diawali dari keinginan untuk mempunyai seorang anak. Namun secara syariat Ibrahim tidak mungkin memiliki anak dari istri Hajar yang sudah lanjut usia. Dengan landasan iman dan keyakinan kepada Allah yang dimiliki Hajar, beliau merelakan seorang suami untuk menikah lagi dengan istri muda, tiada lain istri seorang hamba sahaya dari Siti Hajar.
Didasari keimanan dan kasih sayang pada kedua orang istrinya, akhirnya Ibrahim memiliki seorang anak yang bernama Ismail. Pada kisah berikutnya Ibrahim dihadapkan pada dua pilihan yang sama beratnya yaitu antara kepentingan keluarga dengan perintah Alah Swt yang harus dijunjung tinggi di atas segalanya. Namun berkat keimanan dan ketaqwaannya yang semakin teguh, maka Ibrahim mengorbankan segalanya untuk memenuhi perintah Allah Swt.
Dari kisah di atas memberikan hikmah bahwa walaupun rasa kasih sayang seorang ayah kepada soerang anak yang disayanginya lebih dari sayangnya pada yang lain, namun dengan landasan iman dan pendidikan yang ditanamkan pada anak oleh ayahnya, Ismail rela mengorbankan dirinya demi perintah Allah Swt.
Lain halnya dengan kisah nabi Nuh Alaihisalam. Nabi Nuh seorang ayah yang sayang kepada anaknya, Nuh memanggilnya untuk naik ke atas kapal bersama keluarganya yang lain sedangkan putranya itu tetap dalam kekafiran. Putranya tetap menolak dan menyangka bahwa usahanya untuk mencapai puncak gunung bisa menyelematkannya dari tenggelam, akan tetapi kekuatan air dan tingginya gelombang telah menghanyutkan putra yang sesat dan kafir itu.
Dari sebagian kisah di atas memberikan gambaran bahwa keluarga di atas bukan keluarga sakinah dimana istri dan anaknya tidak mengikuti jejak suami sebagai pemimpin dalam keluarga yang menjunjung tinggi perintah Allah Swt sementara dan anaknya termasuk dalam golongan kafir.
Berdasarkan kedua contoh kisah di atas maka peranan orang tua sangatlah penting agar mampu memaksimalkan penanaman nilai-nilai pendidikan Islam dalam keluarganya sedini mungkin, maka secara sadar mereka telah terlibat dalam usaha pembebasan generasi penerus agar tidak terjerumus pada dekadensi dan demoralisasi moral dan iman yang pada gilirannya berakibat pada kehancuran masyarakat.
Tujuan pendidikan dalam keluarga tiada lain agar anak mampu berkembang secara maksimal, baik jasmani, akal, maupun rohaninya. Dengan perkembangan yang optimal tersebut diharapkan akan terbentuk kedewasaan anak dalam segala aspeknya. Akhirnya anak akan mampu berperan sebagai anggota masyarakat yang baik juga sanggup mempertanggungjawabkan segala perilakunya sebagai hamba Allah. Untuk itu peran orang tua harus mempu menciptakan lingkungan yang dapat menjamin berkembangnya seluruh potensi dan kemampuan seorang anak.
Lingkungan yang dapat mendukung pendidikan anak adalah linkungan keluarga yang penuh dengan nilai-nilai agama. Kehidupan keluarga dilandasi dengan keimanan, sehingga keluarga dapat memberikan suasana harmonis terhadap anak dan sekaligus orang tua menjadi figur central bagi anak khususnya dalam hal penanaman keimanan dan akhlak mulia.
Tidak sedikit anak-anak menjadi brutal, sulit diarahkan, pendidikan yang diterima di luar rumahnya sulit diterima, disebabkan pendidikan dasar yang seharusnya diterima di rumah atau keluarga tidak terpenuhi.
Maka sudah seharusnya tiap orang tua memperhatikan pendidikan dasar tersebut, yang dalam hal ini adalah pendidikan yang bisa membekali anak dengan keimanan kepada Allah yang disertai dengan amal perbuatan baik. Sebab tak ada satupun yang dapat menyelematkan seorang anak manusia dari keburukan dan kerugian kecual dengan beriman kepada Allah dan menggirinya dengan amal perbuatan yang baik.
Pelaksanaan pendidikan pada anak-anak dapat diberikan melalui pendidikan formal maupun non formal. Pada dewasa ini pendidikan sering diberikan pada anak-anak kecenderungan hanya pendidikan formal saja. Dengan demikian masyarakat mempercayakan seratus persen pendidikan agama, sehingga pendidikan penanaman pendidikan agama dalam diri anak kurang mapan. Hal ini berakibat buruk pada pengarahan jiwa anak.
Melihat peran dan tanggung jawab lembaga pendidikan formal yang terbatas dengan proses yang terjadi dalam pendidikan tak lebih dari pengajaran belaka, sehingga proses transfer ilmu pengatahuan dan keahlian dalam rangka membantu pendidikan agama yang ada dalam keluarga, dan biasanya hanya bersifat koginitif.
Berhasil tidaknya pendidikan seorang anak di sekolah tergantung pada pendidikan agama dalam kehidupan keluarga. Maka disinilah peran penting keluarga dalam proses pendidikan anak, karena dalam proses pendidikan, sebelum mengenal masyarakat yang lebih luas dan sebelum mendapat bimbingan dari sekolah, seroang anak terlebih dahulu bersentuhan dengan keluarga dan dapat bimbingan dari keluarganya. Disamping itu juga pengaruh yang diberikan keluarga sangatlah mendalam serta memegang pernan utama dalam proses perkembangan anak.
Keluarga sebagai institusi pertama dan utama bagi anak dengan orang tua sebagai pendidik pertama dan utama mempunyai tanggung jawab penuh terhadap pendidikan anak-anaknya. Setiap orang tua mempunyai kewajiban dalam memelihara, menjaga, mengajar dan mendidik anak-anak mereka kepada perbaikan dan menjauhkan mereka dari segala kotoran yang menyebabkan mereka tergelincir ke dalam siksaan api neraka.
Melihat begitu pentingnya pendidikan keluarga, maka hendaklah tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak-anaknya tidak hanya pada masa sebelum akan memasuki jenjang pendidikan di sekolah saja, namun tanggung jawab tersebut berlangsung seumur hidup. Keluarga mempunyai andil yang besar bagi bangun runtuhnya suatu masyarakat, kerena keluarga merupakan terminal utama dalam membangun masyarakat. Kesejahteraan dan kebodohan suatu bangsa tercermin dari keadaan keluarga yang hidup dalam masyarakat.

Anda membutuhkan makalah tentang hal di atas? Emailkan saja ke alamat bilaramadani@gmail.com
e-one 6/ jan-08“Kajian islami”


[+/-] Selengkapnya...

Ada memiliki masalah dengan tugas anda?

Apa salahnya jika anda mencoba peluang ini????....