Rabu, 26 November 2008

Upaya SMK Menciptakan Lulusan Siap Kerja

Pendidikan memberi suatu harapan akan kehidupan masa yang akan datang yang lebih baik. Upaya pendidikan bukan suatu hal yang sederhana, melainkan suatu kegiatan yang dilakaukan secara sadar, dinamis dan penuh tantangan. Banyak hal dalam bidang pendidikan yang perlu dibenahi dalam memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat serta dalam mengikuti perubahan jaman
Menurut Tilaar (2006: 12), dunia pendidikan modern menurut epistema ekonomi diukur pada sejauh mana dunia pendidikan memberikan sumbangan terhadap kebutuhan perkembangan ekonomi. Dengan kata lain apakah dunia pendidikan mempersiapkan anggota masyarakat yang mempunyai kompetensi sebagaimana yang dituntut oleh kehidupan ekonomi. Pendidikan merupakan pemasok sumber daya manusia yang dibutuhkan oleh dunia kerja, serta bagi perkembangan ekonomi.
Sementara menurut Indra Djati (2003: 109) terdapat sejumlah faktor penentu daya saing suatu negara, tiga diantaranya dianggap paling menentukan, yaitu: kemampuan teknologi, kemampuan manajemen, dan kemampuan sumber daya manusia (SDM). Keunggulan kemampuan teknologi merupakan salah satu faktor utama pembentuk kekuatan daya saing perekkonomian. Keunggulan teknologi akan menurunkan biaya produksi, meningkatkan kandungan nilai tambah dan memperluas keragaman hasil industri. Kemampuan manajemen membentuk kekuatan daya saing perekonomian. Apabila perekonomian dikelola dengan efektif dan biaya murah (tanpa menurunkan kualitas) tentu akan meningkatkan daya saing. Pada akhirnya kemampuan SDM-lah yang akan menentukan kemenangan bersaing, karena SDM merupakan satu-satunya sumber daya yang aktif, sedangkan sumber daya yang lainnya pasif.
Terdapat pula tantangan internal dalam meningkatkan daya saing bangsa, yaitu: (1) bergesernya struktur ekonomi Indonesia dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa; (2) tingkat pendidikan angkatan kerja yang mayoritas msih rendah (70% lebih berpendidikan SD, tidak tamat SD, dan tidak bersekolah), sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas angkatan kerja Indonesia masih rendah. (Indra Djati, 2003: 110)
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), merupakan salah satu bagian dari sistem pendidikan nasional adalah suatu lembaga pendidikan formal yang mempersiapkan peserta didiknya untuk menjadi tenaga kerja tingkat menengah yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sesuai dengan kualifikasi dunia kerja pengguna lulusan. Lulusan SMK dituntut agar memiliki kemampuan dan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan dunia Industri, sehingga mereka diharapkan mampu untuk bersaing dengan lulusan sekolah yang lainnya.
Indra Djati (2003: 11) mengemukakan terdapat kelemahan dalam pendidikan kejuruan model lama, yaitu (1) Penerapan pendekatan supply-driven, dimana totalitas penyelenggaraan pendidikan kejuruan dilakukan secara sepihak; (2) Penerapan school-based model telah membuat anak didik tertinggal oleh kemajuan dunia usaha/industri; (3) Pendidikan berbasis sekolah tidak luwes.
Agar mutu lulusan SMK sesuai dengan kebutuhan dunia industri, terutama dengan industri pasangannya, maka diperlukan adanya suatu dokumen kurikulum yang benar-benar dirancang untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Adapun sebagai langkah kongkritnya adalah dengan diberlakukannya kurikulum SMK yang menganut pendekatan sebagai berikut: (a) pendekatan akademik; (b) pendekatan kecakapan hidup (life skills); (c) pendekatan kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum); (d) pendekatan kurikulum berbasis luas dan mendasar (broad-based curriculum); dan (e) pendekatan kurikulum berbasis produksi (production-based curriculum).(Depdiknas, 2004: 15)
Kesesuaian antara mutu lulusan SMK dengan kebutuhan lapangan kerja / industri merupakan hal yang sangat penting dalam mengoptimalkan pelaksanaan pembelajaran, yang akhirya berdampak pada peningkatan kualitas lulusan SMK. Oleh karena itu, Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan (Dikmenjur) pada tahun pelajaran 2002/2003 melakukan upaya untuk meningkatkan kualitas uji kompetensi pada SMK baik subtansi maupun strategi pelaksanaannya, agar lebih taat terhadap prinnsip-prinsip pada pendekatan berbasis kompetensi untuk memenuhi tuntutan dalam kebutuhan dunia kerja.
Sejak tahun pelajaran 2003/2004 khusus untuk komponen produktif diberlakukan uji kompetensi dengan pendekatan menyatu (terintergrasi) pada proses pembelajaran akhir program keahlian atau Proyek Tugas Akhir. Proyek Tugas Akhir sebagai pendekatan ujian nasional/uji kompetensi pada akhir masa pendidikan SMK merupakan aktualisasi terhadap penguasaan kompetensi /sub komnpetensi yang telah dikuasai secara parsial kedalam kegiatan produksi (production raised training). Melalui proyek tugas akhir ini diharapkan mampu menciptakan suasana ujian sekaligus pembelajaran yang kondusif untuk menghasilkan produk ata jasa sesuai dengan kebutuhan pasar.
Untuk mencapai hasil uji kompetensi yang optimal, maka para pelaksana harus mengacu kepada pedoman atau aturan yang berlaku. Aturan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang menyangkut proses pelaksanaan uji kompetensi. Adapun aturan-aturan tersebut diantaranya adalah: tahapan kegiatan. (penyusunan proposal, proses peiaksanaan tugas akhir, proses , verifikasi kompetensi), sarana dan prasarana prakrek uji kompetensi, tim penguji (pendidikan minimal, pengalaman kerja, berpengalaman dalam ujian dan sebagainya), administrasi peserta ujian, daftar peserta ujian , pedoman penilaian, tim pembimbing penyusunan tugas akhir, waktu pelaksanaan uji kompetensi, jenis dan sistem penilaian uji kompetensi serta pelaporan hasil uji kompetensi.
Akan tetapi upaya-upaya untuk meningkatkan mutu lulusan SMK melalui uji kompetensi masih memiliki kelemahan yang mendasar yaitu:
(1) Kurang terkaitnya kompetensi yang diajukan dengan kompetensi yang diberikan dalain pembelajaran;
(2) Bersifat penilaian sesaat padahal menjadi penentu keberhasilan siswa;
(3) Memerlukan pembiayaan khusus diluar biaya operasional;
(4) Keterlibatan eksternal evaluator belum berfungsi optimal;
(5) Belum optimalnya pemanfaatan hasil ujian sebagai umpan balik untuk
perbaikan pembelajaran (Dikmenjur, 2004 : 2).
Menurut Sukarto (Pikiran Rakyat, 30 Desember 2006), masih terdapat kesenjangan yang cukup besar antara kualitas lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan kebutuhan dunia usaha, terlebih dalam penguasaan kemampuan dasar matematis serta bahasa Inggris. Padahal kemampuan dasar itu sangat diperlukan untuk menunjang kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan pasar luar negeri, lahan paling potensial untuk menyalurkan lulusan SMK. Pasar luar negeri sangat menjanjikan dan paling potensial, namun lembaga pendidikan khususnya SMK belum mampu memenuhi standar kebutuhan pasar, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Umumnya, negara-negara di luar negeri berminat dengan lulusan SMK, ditinjau dari skill, lulusan SMK di Indonesia dinilai jauh lebih baik dari lulusan Filipina, negara yang juga banyak mengirimkan tenaga kerjanya ke luar negeri. Akan tetapi sangat disayangkan besarnya kebutuhan tidak disertai dengan kemampuan lulusan yang memenuhi standar kompetensi yang mereka butuhkan.
Sementara menurut Lily (2007) berdasarkan data Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan dan Menengah Depdiknas, ada sejumlah kendala yang muncul dalam penyelenggaraan uji kompetensi antara lain pemerintah hanya mampu menyediakan Rp 50.000,00 per siswa, terbatasnya infrastruktur yang dimiliki SMK sebagai tempat uji kompetensi serta terbatasnya jumlah asesor yang dimiliki oleh tempat uji kompetensi..
Uji kompetensi dan sertifikasi profesi yang dilaksanakan di SMK, harus merupakan suatu keseluruhan proses evaluasi pendidikan pada satuan pendidikan, serta tidak bertentangan dengan fungsi evaluasi pendidikan yang salah satunya berfungsi menafsirkan apakah peserta didik telah cukup matang untuk dilepas ke dalam masyarakat ( dunia kerja) atau untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi (Nurkancana,1986: 5).
Ada memiliki masalah dengan tugas anda?

Apa salahnya jika anda mencoba peluang ini????....