Rabu, 03 Desember 2008

PEMBINAAN DISIPLIN

Merupakan upaya untuk menghindari terjadinya pelanggaran-pelanggaran. Meskipun kita menginginkan agar keinginan karyawan bisa terintegrasikan dengan tujuan perusahaan dengan mencoba memahami berbagai tingkah laku manusia, bukan berarti manajemen harus memenuhi kehendak karyawan, namun selama perusahaan telah mempunyai peraturan permainan dan telah disepakati bersama maka pelanggaran terhadap permainan ini harus dikenakan tindakan pendisiplinan Dalam uraian tentang disiplin telah disinggung secara sepintas mengenai pendisiplinan preventif dan korektif
.
Pembinaan disiplin tenaga kerja merupakan suatu kegiatan untuk mengarahkan dan mengembangkan kehidupan seseorang yang sudah dimiliki agar dapat menimbulkan kegairahan kerja dan rasa tanggung jawab (Nainggobin, 1994).

Handoko (1994) menyatakan bahwa Pembinaan disiplin kerja adalah usaha untuk memperbaiki efektifitas kerja karyawan dalam mencapai hasil-hasil kerja yang telah ditetapkan dengan maksud untuk memperbaiki penguasaan keterampilan dan teknik-teknik pelaksanaan pekerjaan tertentu terperinci dan rutin.

Berdasarkan pengertian di atas, jelas bahwa pembinaan disiplin kerja karyawan untuk memperbaiki efektivitas dan mewujudkan kemampuan kerja karyawan dalam rangka mencapai sasaran yang telah ditetapkan oleh organisasi sehubungan dengan tujuan tersebut maka Proctor dan Tarton (Malayu, 1994) menyatakan bahwa pembinaan disiplin tenaga kerja berfungsi untuk menaikkan rasa kepuasan pegawai, mengurangi pemborosan, mengurangi ketidakhadiran atau absensi dan perputaran pegawai, memperbaiki metode dan sistem bekerja, menaikkan tingkat penghasilan,mengurangi biaya lembur, mengurangi biaya pemeliharaan mesin, memperbaiki komunikasi, moral pegawai meningkatkan pengetahuan serbaguna pegawai, menimbulkan kerjasama yang lebih baik.

Silalahi (1993) bahwa fungsi dari pembinaan karyawan adalah Dalam bidang pengetahuan : Meningkatkan pengetahuan tentang perubahan dalam kebijaksanaan dan peraturan perusahaan.;Meningkatkan prestasi kerja para karyawan sehingg mencapai taraf yang dituntut; Membina karyawan muda untuk pelestarian pimpiinan-pimpinan perusahaan; Meningkatkan kelangsungan hidup dan perkembangan perusahaan;
Dalam bidang fungsional : Meningkatkan produktivitas melalui penyempurnaan keterampilan; Mengembangkan keterampilan baru, pengetahuan, pengertian dan sikap.; Menggunakan dengan tepat peralatan baru, mesin proses dan tata cara pelaksanaan yang baru; Meningkatkan efisiensi kerja

Dalam bidang efektif : Membina mutu jabatan dan moral; Mengurangi pemborosan kecelakaan, penggantian karyawan, keteralambatan, kemangkiran dan kurangi biaya-biaya tambahan yang tidak perlu; Mengurangi kadaluarsa dalam keterampilan, teknologi, metode, proses, produk dan pasaran serta pengurusan. ; Meningkatkan rasa tanggung jawab, kesetiaan, loyalitas dan kejujuran pada perusahaan. ;Membina pengabdian, solidaritas dan kegotongroyongan.

Pengertian disiplin kerja menurut Mangkunegara (2000) adalah bahwa “Discipline is management as action to enforce organization standards” (disiplin kerja dapat diartikan sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi).
Sedangkan Hasibuan (2000) mengemukakan bahwa kedisiplinan adalah :
fungsi operatif ke enam dari Manejemen Sumber Daya Manusia yang merupakan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong semangat dan gairah kerja, dan terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Oleh karena itu setiap manajemen selalu berusaha agar para bawahannya mempunyai disiplin yang baik.

Pada hakekatnya disiplin merupakan seperangkat aturan yang harus ditaati dalam setiap bentuk organisasi. Didalam Peraturan Pemerintah Nomor 30/1980 diungkapkan bahwa :
Peraturan disiplin pegawai negeri sipil adalah peraturan yang mengatur kewajiban, larangan dan sanksi-sanksinya apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar pegawai negeri sipil. Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan pegawai negeri sipil yang melanggar ketentuan peraturan disiplin pegawai negeri sipil, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja.

Pengertian yang hampir sama dan lebih rinci, dikemukakan oleh Hasibuan (1994) sebagai berikut :
Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela mentaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggungjawabnya. Jadi dia akan mematuhi semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan. Kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan sesorang yang sesuai dengan peraturan perusahaan baik yang tertulis maupun tidak.

Dari beberapa pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa disiplin pada hakekatnya adalah kepatuhan terhadap seperangkat aturan yang ditetapkan dalam suatu organisasi

[+/-] Selengkapnya...

Selasa, 02 Desember 2008

BUDAYA KERJA SYARAT IBADAH

Budaya kerja sudah lama dikenal oleh manusia, namun belum disadari bahwa suatu keberhasilan kerja berakhir dari nilai-nilai yang tercermin dalam sikap dan prilaku yang menjadi kebiasaan pegawai. Nilai-nilai ini bermula dari adat kebiasaan, agama, norma dan kaidah yang menjadi keyakinannya dalam sikap dan perilaku kerja organisasi. Karena sikap dan perilaku dimaksud berkaitan dengan kerja, maka akan terbentuk suatu budaya kerja dalam berorganisasi. Lebih lanjut
Triguno (1999 : 3) mendefinisikan konsep budaya kerja secara lebih rinci yaitu :

Suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok atau organisasi, kemudian tercermin dari sikap, perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja.

Budaya kerja tidak muncul dengan begitu saja, tetapi harus diupayakan melalui suatu proses yang terkendali dengan melibatkan semua sumber daya manusia dalam seperangkat sistem, alat-alat dan teknik-teknik pendukung. Budaya kerja merupakan landasan untuk merubah cara kerja lama menjadi cara kerja baru yang berorientasi untuk memenuhi kebutuhan dan memberi kepuasan kepada masyarakat.

Budaya kerja pegawai dalam organisasi publik menjadi persoalan yang utama dalam pelayanan publik. Jika suatu organisasi ingin tetap bertahan dan bersaing dengan lingkungan manajemen yang sempurna, harus memuaskan lebih banyak perhatiannya pada usaha mengenali sumber daya pegawai dengan latar belakang budayanya agar mampu mewujudkan tujuan organisasi. Berkaitan dengan hal tersebut lebih lanjut Hidayat (1986 : 87) menyatakan bahwa :

Pada umumnya organisasi pemerintah sering menghadapi tiga permasalahan yang meliputi kurang efektif, inefisien, dan mutu pelayanan yang kurang. Budaya yang berorientasi kepada pencapaian target merupakan salah satu ciri dari organisasi birokrasi. Ciri lainnya yaitu adanya budaya peran artinya semua pekerjaan dilakukan secara rutin, teratur dan sistematik. Selain itu kekuatan dana kewenangan disalurkan melalui peraturan dan prosedur. Kombinasi budaya yang berorientasi kepada target dan peran tersebut membentuk suatu sikap pandang yang mengacu kegiatan (activity) dan pertanggungjawaban (accountability). Kelemahan dari kedua sikap tersebut adalah bahwa aspek hasil (result) dan aspek mutu pelayanan kurang mendapat porsi yang sesuai.

Berdasarkan pada pendapat tersebut terungkap bahwa sikap pandang dan praktek manajemen yang kurang mengacu pada hasil (result oriented) serta budaya yang berorientasi pada target telah menjadi faktor penyebab rendahnya mutu pelayanan yang diberikan oleh pegawai.

Dalam kegiatan organisasi pemerintahan, kepentingan umum ditundukkan oleh pengutamaan kepentingan golongan dan individu. Kekuatan kerja dapat menaklukan individualisme pegawai dan mampu menyesuaikan dengan kebutuhan komunitas lingkungan yang bersandar pada norma-norma budaya kerja yang dianut dalam organisasi melalui aktualisasi sikap dan perilaku kerja.

Paramitha dalam Ndraha (1999 : 189) menyatakan bahwa “Budaya kerja adalah sekelompok pikiran dasar atau programmental yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi kerja dan kerja sama manusia yang dimiliki oleh suatu golongan masyarakat”. Lebih lanjut Paramitha (1986 : 76) menyatakan bahwa budaya kerja terbagi menjadi :
a. Sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja dibandingkan dengan kegiatan lain seperti : bersantai atau semata-mata memperoleh kepuasan dari kesibukan pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa melakukan sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya.
b. Perilaku pada waktu bekerja seperti : rajin, berdedikasi, bertanggung jawab, berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas kewajibannya, suka membantu sesama karyawan, atau sebaliknya.

Dalam ajaran Islam bekerja dilandasi niat baik adalah ibadah, secara General disebutkan Amalan Solihan. Al-Quran Surat An Nahl ayat 97 menuturkan :

Artinya : “Barangsiapa yang mengerjakan amal soleh, baik laki-laki mapun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (Quran Surat An Nahl ayat 97)
Tujuan fundamental budaya kerja adalah untuk membangun sumber daya manusia seutuhnya agar setiap pegawai sadar bahwa mereka berada dalam suatu hubungan peran sebagai pelanggan dan pemasok dalam komunikasi dengan orang lain secara efektif dan efesien dengan meningkatkan efektivitas sumber daya manusia dalam organisasi. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong dalam kehidupan kelompok masyarakat atau organisasi kemudian tercermin dari sikap dan perilaku dalam bekerja. Dalam Hadis Rosul yang artinya : “Sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya”.

[+/-] Selengkapnya...

Senin, 01 Desember 2008

METODE PEMBELAJARAN SIKAP WIRAUSAHA

METODE PEMBELAJARAN DALAM MENUMBUHKAN SIKAP WIRAUSAHA

Banyak metode pembelajaran yang dapat dipergunakan dalam pendidikan wirausahawan. Pada prinsipnya, dalam berbagai temuan bahwa metode pembelajaran harus beragam, dan tidak membatasi ruang bagi siswa untuk berkreasi baik dalam bentuk ide, dan perilaku.
Karena dalam model pembelajaran yang kami maksudkan juga memberikan kebebasan guru untuk merumuskan metode pembelajaran sendiri, maka sebenarnya tidak ada suatu metode baku yang dapat kita tawarkan. Guru diberi kebebasan berkreasi dalam mendesain proses pembelajaran. Hanya yang terpenting untuk diperhatikan oleh guru adalah dalam mendesain proses pembelajaran: 1) menghindari pengumpulan pengetahuan yang tidak ada manfaatnya bagi hidup sasaran didik; 2) mengarahkan belajar siswa untuk mendapatkan pengalaman belajar yang bermanfaat bagi hidup mereka, dengan memanfaatkan pengetahuan yang ia dapatkan; 3) tidak membatasi ruang yang dapat dimanfaatkan siswa untuk berfikir kreatif; 4) belajar siswa hendaknya tetap mengarah pada pemecahan problematik kehidupan, baik yang disampaikan guru maupun yang mereka temukan sendiri; 5) mempergunakan media, sumber informasi, dan metode pembelajaran yang bervariasi; 6) menciptakan suana lingkungan belajar yang menyenangkan dan dapat memotivasi belajar siswa.

Dengan demikian, sebenarnya tidak ada kunci yang bersifat deterministik bagi aktivitas guru untuk mendesain proses pembelajaran. Banyak model-model pembelajaran yang telah diciptakan dalam berbegai penelitian yang mungkin dapat diadopsi. Akan tetapi, itupun tidak merupakan suatu keharusan. Model temuan desain pembelajaran misalkan model LDP oleh Brent G. Wilson, model kinerja kognitif oleh Sherrie P. Gott dan kawan-kawan, belajar dengan multi-media oleh David H. Jonassen dan kawan-kawan, dan sebagainya.

Terdapat beberapa stretegi pembelajaran yang dapat dikembangkan oleh guru. Artinya, bahwa strategi pembelajaran merupakan kemungkinan strategi yang dapat diterapkan, akan tetapi jangan dianggap sebagai resep yang sudah pasti. Kreativitas guru untuk mengembangkan dan menyempurnakan strategi pembelajaran masih dibutuhkan. Dalam kesempatan ini kami hanya mampu untuk memberikan gambaran kasar tentang strategi umum, sekali lagi, yang sudah barang tentu belum operasional. Operasionalisasi dari strategi yang kami rumuskan ini membutuhkan waktu banyak, dan mungkin menurut prinsip konstruktivis tetap tidak dibenarkan adanya standar strategi pembelajaran yang baku.

[+/-] Selengkapnya...

Ada memiliki masalah dengan tugas anda?

Apa salahnya jika anda mencoba peluang ini????....